Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

halaman

Senin, 20 Februari 2012

ALAS PURWO YANG MENAWAN


Begitu menyenangkan sekali rasanya bisa kembali ke tempat-tempat yang masih alami, tempat yang jauh dari hiruk pikuk manusia, asap kendaraan bermotor, gedung pencakar langit, sampah manusia, dan segala bentuk kepenatan lainnya yang biasa kita temui dikota. Kali ini saya dan teman-teman PLH Siklus ITS mengadakan salah satu kegiatan konservasi yaitu analisa vegetasi dan bird watching.. Setelah mempersiapkan segala kebutuhan logistik untuk kebutuhan makan selama tiga hari disana dan peralatan kemah lainnya, akhirnya kami berangkat menuju ke Alas Purwo dari Surabaya ke Terminal Purabaya menggunakan Lin W. Total dari rombongan kami yaitu sebanyak 23 orang. Sesampainya di Purabaya kami mencari makan sebentar disekitar Terminal Purabaya, lalu mencari bis dengan tujuan Benculuk.
            Setelah beberapa jam  perjalanan di dalam bis, banyak kejadian-kejadian yang tidak biasa kami temui. Saya pernah naik bis, namun tidak separah perjalanan kali ini. Selama saya naik bis, saya tidak menemui hal-hal aneh, seperti kecopetan, orang acting di dalam bis. Saat itu kami baru saja tiba di Stasiun Tawang Alun Jember. Kemudian salah satu dari teman kami ternyata kehilangan ponsel Sony Erricsonnya. Dia tidak menyadarinya, karena dia tidur nyenyak sekali di dalam bis. Padahal sudah jelas-jelas teman kami yang ada disebelahnya memperingatkan teman kami ini, namun sialnya tetap saja akhirnya, teman kami ini harus kehilangan ponselnya. Setelah itu kami pindah bis, menuju Benculuk. Di dalam bis yang kami baru saja naiki ini kami  juga menemui hal yang tidak biasa lagi. Pokoknya ada saja kejadian yang tidak mengenakkan. Tiba-tiba saja ada orang yang sebelumnya tadi satu bis dengan kami dari Surabaya, mengaku bahwa barang-barangnya seperti tas hilang dan di dalam tas tersebut dia membawa uang tunai senilai 3 juta rupiah. Orang itu memasang muka memelas, menangis (agak lebay menurut saya). Semula saya masa bodoh, saya tidak bisa membedakan apakah orang ini benar-benar ditimpa musibah atau hanya acting. Orang ini terus saja bertingkah merengek-rengek bahwa barangnya hilang, dan dia berniat menjual jam tangan emasnya yang senilai 3 juta. Tentu saja lama-lama melihat orang tersebut memelas salah satu teman kami ada yang iba dan berniat akan memberikan pesangon untuk biaya pulangnya. Namun ternyata, orang itu hanya berakting. Sopir bis yang sudah biasa menemui pencopet, pencuri, penipu, atau orang yang berpura-pura tentunya sudah paham, dan hafal betul gelagat orang itu tidak baik. Akhirnya kami pun tahu bahwa orang tersebut hanya bersandiwara. Orang tersebut berkomplot dengan temannya yang lain di bis sebelumnya. Oleh supir bus tersebut kami diberitahu untuk pura-pura tidak tahu bahwa orang tersebut hanya berpura-pura barangnya hilang, dan jam tangan emasnya senilai 3 juta. Kami pun diam saja menonton orang tersebut saling tawar menawar jam tangannya. Singkat cerita akhirnya sopir bis tersebut dapat menurunkan penipu tersebut. Setelah itu sampailah kami di benculuk pada dini hari. Ternyata ada lagi kejadian yang tidak mengenakkan. Ternyata  ketika turun dari bis ada salah seorang penumpang yang mengatakan bahwa tasnya hilang ketika menaiki bus tersebut, dan akhirnya bersitegang dengan supir bus yang kami tumpangi. Penumpang itu mengatakan bahwa tasnya ditarik-tarik untuk masuk ke bus yang kami tumpangi. Penumpang tersebut mengira bahwa itu salah satu personel bus tersebut, dan dia akhirnya mempercayakan tasnya ke orang yang dikiranya kernet bus. Singkat cerita ternyata orang yang dikira penumpang tadi kernet bus, ternyata adalah pencuri. Musibah tidak berhenti sampai disini saja, ketika kami turun di Benculuk, lagi-lagi uang teman kami hilang akibat dicopet maling saat berada di bus. Ternyata tas teman kami di sobek dengan pisau dan akhirnya dicuri oleh pencuri di bus. Kamipun akhirnya melanjutkan perjalanan kami dengan rasa keheranan, mengapa selama perjalanan ini begitu banyak terjadi musibah.
Akhirnya kami turun dari bis, dan menyewa truk yang biasanya mengangkut sapi.  Setelah itu kami ber dua puluh tiga orang berangkat menuju ke Alas Purwo. Setelah menaiki truk sapi selama kurang lebih 1 jam kami turun untuk makan di warung untuk mengisi energi kami. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Alas Purwo. Selama perjalanan menuju Alas Purwo dengan menggunakan truk sapi dengan bak terbuka, kami dihibur oleh pemandangan di kanan kiri kami yang begitu indah. Subhanallah. Begitu indahnya pemandangan di pedesaan. Hamparan sawah yang hijau terhampar bagaikan permadani yang membentang di sepanjang tanah yang ada di kanan kiri jalan. Tidak hanya sawah, namun juga perkebunan yang begitu menyejukkan mata dan hati ini. Rasanya kejengkelan selama di bus tadi sekejap langsung hilang begitu saja.  Hembusan angin yang lembut menyapa  kami yang berada di dalam  truk dengan bak terbuka. Sensasi berada di truk bak terbuka dengan di mobil begitu terasa berbeda. Saya begitu menikmati naik truk sapi ini, karena saya dapat begitu lepas merasakan alam yang masih lestari ini, menyatu dengan alam sekitar, menikmati padi-padi yang sudah menguning, padi yang masih hijau, dan belaian angin yang lembut, dan canda tawa bersama teman-teman yang belum tentu bisa kami rasakan setiap hari. Rasanya hati ini begitu berbunga-bunga menikmati keindahan alam ciptaan Allah SWT. Begitu memasuki gerbang utama Alas Purwo, kami disambut oleh kicauan burung yang merdu, hijaunya hutan dengan segala heterogenitas yang dimilikinya. Begitu indah. Pada awalnya tanaman yang menyambut kami mayoritas adalah pohon jati, kemudian semakin ke dalam, hutan tampak semakin cantik dengan beragamnya jenis tanaman yang tumbuh disana. Hutan semakin rapat dan lebat dan semakin beragam jenis tanaman yang mendiami hutan tersebut. Terdapat sulur-sulur yang membungkus pohon-pohon, terdapat paku-pakuan yang tumbuh di atas pohon seperti sarang burung, sehingga tanaman paku tersebut disebut sarang burung. Selama perjalanan menuju ke tempat perijinan Balai Taman Nasional Alas Purwo, kami seakan berada di dalam rumah yang dinaungi oleh pohon-pohon yang besar-besar dan tinggi-tinggi serta menutupi langit, sehingga seperti menaungi kami selama perjalanan, Pohon-pohon besar dan tinggi begitu menjulang tinggi dan saking lebatnya membentuk seperti tudung, sehingga semakin menambah damai suasana perjalanan disana. Selama perjalanan menuju ke pintu Gerbang Alas Purwo salah satu teman kami ada yang melihat ada merak yang terbang di antara dahan-dahan pohon, merak tersebut berwarna hijau. Benar-benar saya dibuat takjub akan ciptaan Tuhan ini. Saya dapat menemui hewan-hewan yang biasanya terdapat di kebun binatang ini di habitat aslinya yaitu di hutan.
Setelah beberapa saat, akhirnya kami tiba di tempat perijinan untuk masuk ke Taman Nasional Alas Purwo. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke  Feeding Ground, tempat penggembalaan di Sadengan, yang merupakan tempat hidup hewan-hewan mamalia, dan hewan lainnya di padang savanna yang sangat luas. Di sana saya melihat rusa jantan (bertanduk) dan rusa betina berwarna kecokelatan. Selain itu saya juga melihat ada banteng berwarna hitam, dan beberapa teman kami ada yang melihat ada merak, namun hanya sebentar, karena merak tersebut kabur, mungkin karena melihat ada orang asing masuk ke wilayahnya. Savana tersebut sangat luas sekali. Kami hanya bisa melihat dari kejauhan, karena dibatasi oleh pagar kayu.
Setelah melakukan pengamatan hewan mamalia di Feeding Ground, kami menuju ke  Pancur. Setibanya disana kami mendirikan camp di ground yang ada di sekitar kantor Taman Nasional Alas Purwo. Di dekat tempat kami camp ternyata terdapat pantai yang sangat indah. Alas Purwo ini dikelilingi oleh Pantai yang sangat menawan.
Selanjutnya kami menuju ke Goa Istana. Jalan yang kami lalui sangat sulit, karena tanahnya berlumpur, mirip seperti jalan yang terdapat di Pulau Sempu Malang. Banyak diantara kami yang terjatuh akibat licinnya jalan yang kami lalui. Disana juga terdapat beberapa sungai yang indah. Sesekali kami berhenti untuk membersihkan tubuh kami yang terkena lumpur di baju, celana, dan sepatu kami. Banyak di antara kami melepas alas kaki untuk memudahkan berjalan di lumpur. Sesampainya disana ternyata Goanya tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Goa tersebut kecil dan berbau kemenyan, menambah suasana tambah gimana gitu. Teman-teman agak dongkol dan bĂȘte gara-gara perjalanan yang bikin emosi tersebut tidak seimbang dengan goa yang mereka bayangkan indahnya. Kami pun pulang dengan kaki luka-luka akibat terkena akar-akar dan duri-duri yang terdapat di dalam lumpur. Kami kembali ke tempat camp kami dan membersihkan diri disana. Sorenya kami melakukan analisa vegetasi di sekitar hutan tersebut dengan menggunakan metode transek kuadran. Beberapa teman yang lain mengambil sampel tanaman yang steril dan fertile untuk dibuat herbarium. Setelah selesai mendata tanaman dan membuat herbarium, sorenya teman-teman yang lain dibagi tugasnya, ada yang mendirikan doom dan fly sheet, dan ada yang bertugas memasak makanan untuk orang berjumlah 23 orang, Tak terasa magrib tiba, kami pun melaksanakan sholat magrib, kemudian dilanjutkan dengan menyantap makanan yang telah dimasak selama beberapa jam tadi.
Keesokan harinya, setelah sarapan kami  melakukan bird watching, selama kurang lebih satu jam . Saat bird watching kami menemukan burung  yang sepertinya adalah pergam gunung, dan beberapa jenis burung lainnya yang hidup bersembunyi di balik pohon-pohon ynag rimbun dan hijau.  Setelah itu kami sarapan, lalumelanjutkan perjalanan kami ke Pantai Plengkung. Perjalanan  sejauh sekitar 9 km memakan waktu sekitar 2, 5 jam atau 3 jam jika di selingi foto-foto atau jalan santai yang ditempuh dengan jalan kaki. Selama di perjalanan kami tidak sengaja menemukan sekelompok babi butan yang sedang mencari makan dan bergerombol dengan kawanannya. Kami yang melihat pun berusaha mendekat namun secara sembunyi-sembunyi dengan jarak yang tidak terlalu dekat untuk mendapatkan foto babi hutan yang berkeliaran di hutan ini. Karena kami berisik, sehingga menyebabkan babi hutan itu menyadari bahwa mereka sedang diawasi dan akhirnya mereka berlari kabur, menjauhi kami. Larinya cepat sekali. Selama di perjalanan kami banyak menjumpai jejak kaki rusa dan babi hutan, dan entah jejak kaki hewan apa lagi yang terdapat di sepanjang  perjalanan kami menuju ke Pantai Plengkung. Pantai ini memiliki pasir yang putih. Berbeda dari pantai saat di Pancur. Warnanya putih bersih dan mengkilat diterpa sinar matahari. Ombaknya pada saat kami kesana cukup besar namun untuk ukuran ombak yang dinobatkan sebagai ombak terbesar kedua didunia tersebut menurut saya masih kurang besar. Mungkin dipengaruhi oleh angin dan ada musim tertentu ombak mengalami puncak gelombangnya.  Setelah puas ke Pantai Plengkung dan menikmati ombak dan pasir putihnya yang indah, kami kembali ke camp kami. Sorenya kami melakukan wawancara ke petugas yang bertugas di dekat kantor Taman Nasional Alas Purwo untuk mengetahui potensi-potensi dan info lain terkait dengan Taman Nasional Alas Purwo.
Keesokan harinya yaitu menginjak hari ketiga, kami melanjutkan perjalanan kami ke Ngagelan. Ngagelan merupakan pusat penangkaran penyu. Disana juga terdapat pantai yang sangat indah. Namun pasirnya berwarna hitam, tidak berwarna putih seperti di Plengkung. Namun kenampakan alamnya sangat indah sekali. Kami disana tidur di atas pasirnya yang lembut dan menikmati langit biru yang indah. Di sana kami juga ke penangkaran penyu. Pada saat kami kesana jumlah penyu tidak terlalu banyak. Mungkin bukan musim bertelur. Saya melihat di papan berisi data statistik penyu bertelur mencapai puncaknya adalah sekitar bulan Juni. Disana terdapat beberapa spesies penyu diantaranya adalah Penyu Sisik, Penyu Lekang, Penyu Belimbing, dan Penyu Hijau.  Setelah disana kami melanjutkan perjalanan pulang menggunakan bus ke Surabaya. Perjalanan selama perjalanan pulang ke Surabaya cukup aman. Tidak ada copet, penipu, orang yang bersandiwara lagi. Akhirnya kami sampai di Surabaya dan kembali ke rutinitas kami masing-masing, seperti mahasiswa lain pada umumnya, yaitu kuliah.
 

Sample text

Sample Text