Begitu
menyenangkan sekali rasanya bisa kembali ke tempat-tempat yang masih alami,
tempat yang jauh dari hiruk pikuk manusia, asap kendaraan bermotor, gedung
pencakar langit, sampah manusia, dan segala bentuk kepenatan lainnya yang biasa
kita temui dikota. Kali ini saya dan teman-teman PLH Siklus ITS mengadakan
salah satu kegiatan konservasi yaitu analisa vegetasi dan bird watching..
Setelah mempersiapkan segala kebutuhan logistik untuk kebutuhan makan selama
tiga hari disana dan peralatan kemah lainnya, akhirnya kami berangkat menuju ke
Alas Purwo dari Surabaya ke Terminal Purabaya menggunakan Lin W. Total dari
rombongan kami yaitu sebanyak 23 orang. Sesampainya di Purabaya kami mencari
makan sebentar disekitar Terminal Purabaya, lalu mencari bis dengan tujuan
Benculuk.
Setelah beberapa jam perjalanan di dalam bis, banyak
kejadian-kejadian yang tidak biasa kami temui. Saya pernah naik bis, namun
tidak separah perjalanan kali ini. Selama saya naik bis, saya tidak menemui
hal-hal aneh, seperti kecopetan, orang acting di dalam bis. Saat itu kami baru
saja tiba di Stasiun Tawang Alun Jember. Kemudian salah satu dari teman kami
ternyata kehilangan ponsel Sony Erricsonnya. Dia tidak menyadarinya, karena dia
tidur nyenyak sekali di dalam bis. Padahal sudah jelas-jelas teman kami yang
ada disebelahnya memperingatkan teman kami ini, namun sialnya tetap saja
akhirnya, teman kami ini harus kehilangan ponselnya. Setelah itu kami pindah
bis, menuju Benculuk. Di dalam bis yang kami baru saja naiki ini kami juga menemui hal yang tidak biasa lagi.
Pokoknya ada saja kejadian yang tidak mengenakkan. Tiba-tiba saja ada orang
yang sebelumnya tadi satu bis dengan kami dari Surabaya, mengaku bahwa
barang-barangnya seperti tas hilang dan di dalam tas tersebut dia membawa uang
tunai senilai 3 juta rupiah. Orang itu memasang muka memelas, menangis (agak
lebay menurut saya). Semula saya masa bodoh, saya tidak bisa membedakan apakah
orang ini benar-benar ditimpa musibah atau hanya acting. Orang ini terus saja
bertingkah merengek-rengek bahwa barangnya hilang, dan dia berniat menjual jam
tangan emasnya yang senilai 3 juta. Tentu saja lama-lama melihat orang tersebut
memelas salah satu teman kami ada yang iba dan berniat akan memberikan pesangon
untuk biaya pulangnya. Namun ternyata, orang itu hanya berakting. Sopir bis
yang sudah biasa menemui pencopet, pencuri, penipu, atau orang yang
berpura-pura tentunya sudah paham, dan hafal betul gelagat orang itu tidak
baik. Akhirnya kami pun tahu bahwa orang tersebut hanya bersandiwara. Orang
tersebut berkomplot dengan temannya yang lain di bis sebelumnya. Oleh supir bus
tersebut kami diberitahu untuk pura-pura tidak tahu bahwa orang tersebut hanya
berpura-pura barangnya hilang, dan jam tangan emasnya senilai 3 juta. Kami pun
diam saja menonton orang tersebut saling tawar menawar jam tangannya. Singkat
cerita akhirnya sopir bis tersebut dapat menurunkan penipu tersebut. Setelah
itu sampailah kami di benculuk pada dini hari. Ternyata ada lagi kejadian yang
tidak mengenakkan. Ternyata ketika turun
dari bis ada salah seorang penumpang yang mengatakan bahwa tasnya hilang ketika
menaiki bus tersebut, dan akhirnya bersitegang dengan supir bus yang kami
tumpangi. Penumpang itu mengatakan bahwa tasnya ditarik-tarik untuk masuk ke
bus yang kami tumpangi. Penumpang tersebut mengira bahwa itu salah satu
personel bus tersebut, dan dia akhirnya mempercayakan tasnya ke orang yang
dikiranya kernet bus. Singkat cerita ternyata orang yang dikira penumpang tadi
kernet bus, ternyata adalah pencuri. Musibah tidak berhenti sampai disini saja,
ketika kami turun di Benculuk, lagi-lagi uang teman kami hilang akibat dicopet
maling saat berada di bus. Ternyata tas teman kami di sobek dengan pisau dan
akhirnya dicuri oleh pencuri di bus. Kamipun akhirnya melanjutkan perjalanan
kami dengan rasa keheranan, mengapa selama perjalanan ini begitu banyak terjadi
musibah.
Akhirnya kami turun dari bis, dan menyewa truk yang
biasanya mengangkut sapi. Setelah itu
kami ber dua puluh tiga orang berangkat menuju ke Alas Purwo. Setelah menaiki
truk sapi selama kurang lebih 1 jam kami turun untuk makan di warung untuk
mengisi energi kami. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Alas Purwo.
Selama perjalanan menuju Alas Purwo dengan menggunakan truk sapi dengan bak
terbuka, kami dihibur oleh pemandangan di kanan kiri kami yang begitu indah.
Subhanallah. Begitu indahnya pemandangan di pedesaan. Hamparan sawah yang hijau
terhampar bagaikan permadani yang membentang di sepanjang tanah yang ada di
kanan kiri jalan. Tidak hanya sawah, namun juga perkebunan yang begitu
menyejukkan mata dan hati ini. Rasanya kejengkelan selama di bus tadi sekejap
langsung hilang begitu saja. Hembusan
angin yang lembut menyapa kami yang
berada di dalam truk dengan bak terbuka.
Sensasi berada di truk bak terbuka dengan di mobil begitu terasa berbeda. Saya
begitu menikmati naik truk sapi ini, karena saya dapat begitu lepas merasakan
alam yang masih lestari ini, menyatu dengan alam sekitar, menikmati padi-padi
yang sudah menguning, padi yang masih hijau, dan belaian angin yang lembut, dan
canda tawa bersama teman-teman yang belum tentu bisa kami rasakan setiap hari.
Rasanya hati ini begitu berbunga-bunga menikmati keindahan alam ciptaan Allah
SWT. Begitu memasuki gerbang utama Alas Purwo, kami disambut oleh kicauan
burung yang merdu, hijaunya hutan dengan segala heterogenitas yang dimilikinya.
Begitu indah. Pada awalnya tanaman yang menyambut kami mayoritas adalah pohon
jati, kemudian semakin ke dalam, hutan tampak semakin cantik dengan beragamnya
jenis tanaman yang tumbuh disana. Hutan semakin rapat dan lebat dan semakin
beragam jenis tanaman yang mendiami hutan tersebut. Terdapat sulur-sulur yang
membungkus pohon-pohon, terdapat paku-pakuan yang tumbuh di atas pohon seperti
sarang burung, sehingga tanaman paku tersebut disebut sarang burung. Selama
perjalanan menuju ke tempat perijinan Balai Taman Nasional Alas Purwo, kami
seakan berada di dalam rumah yang dinaungi oleh pohon-pohon yang besar-besar
dan tinggi-tinggi serta menutupi langit, sehingga seperti menaungi kami selama
perjalanan, Pohon-pohon besar dan tinggi begitu menjulang tinggi dan saking lebatnya
membentuk seperti tudung, sehingga semakin menambah damai suasana perjalanan
disana. Selama perjalanan menuju ke pintu Gerbang Alas Purwo salah satu teman
kami ada yang melihat ada merak yang terbang di antara dahan-dahan pohon, merak
tersebut berwarna hijau. Benar-benar saya dibuat takjub akan ciptaan Tuhan ini.
Saya dapat menemui hewan-hewan yang biasanya terdapat di kebun binatang ini di
habitat aslinya yaitu di hutan.
Setelah beberapa saat, akhirnya kami tiba di tempat
perijinan untuk masuk ke Taman Nasional Alas Purwo. Setelah itu kami
melanjutkan perjalanan ke Feeding Ground, tempat penggembalaan di
Sadengan, yang merupakan tempat hidup hewan-hewan mamalia, dan hewan lainnya di
padang savanna yang sangat luas. Di sana saya melihat rusa jantan (bertanduk)
dan rusa betina berwarna kecokelatan. Selain itu saya juga melihat ada banteng
berwarna hitam, dan beberapa teman kami ada yang melihat ada merak, namun hanya
sebentar, karena merak tersebut kabur, mungkin karena melihat ada orang asing
masuk ke wilayahnya. Savana tersebut sangat luas sekali. Kami hanya bisa
melihat dari kejauhan, karena dibatasi oleh pagar kayu.
Setelah melakukan pengamatan hewan mamalia di Feeding Ground, kami menuju ke Pancur. Setibanya disana kami mendirikan camp
di ground yang ada di sekitar kantor Taman Nasional Alas Purwo. Di dekat tempat
kami camp ternyata terdapat pantai yang sangat indah. Alas Purwo ini
dikelilingi oleh Pantai yang sangat menawan.
Selanjutnya kami menuju ke Goa Istana. Jalan yang
kami lalui sangat sulit, karena tanahnya berlumpur, mirip seperti jalan yang
terdapat di Pulau Sempu Malang. Banyak diantara kami yang terjatuh akibat
licinnya jalan yang kami lalui. Disana juga terdapat beberapa sungai yang
indah. Sesekali kami berhenti untuk membersihkan tubuh kami yang terkena lumpur
di baju, celana, dan sepatu kami. Banyak di antara kami melepas alas kaki untuk
memudahkan berjalan di lumpur. Sesampainya disana ternyata Goanya tidak seperti
yang dibayangkan sebelumnya. Goa tersebut kecil dan berbau kemenyan, menambah
suasana tambah gimana gitu. Teman-teman agak dongkol dan bĂȘte gara-gara
perjalanan yang bikin emosi tersebut tidak seimbang dengan goa yang mereka
bayangkan indahnya. Kami pun pulang dengan kaki luka-luka akibat terkena
akar-akar dan duri-duri yang terdapat di dalam lumpur. Kami kembali ke tempat
camp kami dan membersihkan diri disana. Sorenya kami melakukan analisa vegetasi
di sekitar hutan tersebut dengan menggunakan metode transek kuadran. Beberapa
teman yang lain mengambil sampel tanaman yang steril dan fertile untuk dibuat
herbarium. Setelah selesai mendata tanaman dan membuat herbarium, sorenya
teman-teman yang lain dibagi tugasnya, ada yang mendirikan doom dan fly sheet,
dan ada yang bertugas memasak makanan untuk orang berjumlah 23 orang, Tak
terasa magrib tiba, kami pun melaksanakan sholat magrib, kemudian dilanjutkan
dengan menyantap makanan yang telah dimasak selama beberapa jam tadi.
Keesokan harinya, setelah sarapan kami melakukan bird watching, selama kurang lebih
satu jam . Saat bird watching kami menemukan burung yang sepertinya adalah pergam gunung, dan
beberapa jenis burung lainnya yang hidup bersembunyi di balik pohon-pohon ynag
rimbun dan hijau. Setelah itu kami
sarapan, lalumelanjutkan perjalanan kami ke Pantai Plengkung. Perjalanan sejauh sekitar 9 km memakan waktu sekitar 2,
5 jam atau 3 jam jika di selingi foto-foto atau jalan santai yang ditempuh
dengan jalan kaki. Selama di perjalanan kami tidak sengaja menemukan sekelompok
babi butan yang sedang mencari makan dan bergerombol dengan kawanannya. Kami
yang melihat pun berusaha mendekat namun secara sembunyi-sembunyi dengan jarak
yang tidak terlalu dekat untuk mendapatkan foto babi hutan yang berkeliaran di
hutan ini. Karena kami berisik, sehingga menyebabkan babi hutan itu menyadari
bahwa mereka sedang diawasi dan akhirnya mereka berlari kabur, menjauhi kami.
Larinya cepat sekali. Selama di perjalanan kami banyak menjumpai jejak kaki
rusa dan babi hutan, dan entah jejak kaki hewan apa lagi yang terdapat di
sepanjang perjalanan kami menuju ke
Pantai Plengkung. Pantai ini memiliki pasir yang putih. Berbeda dari pantai
saat di Pancur. Warnanya putih bersih dan mengkilat diterpa sinar matahari.
Ombaknya pada saat kami kesana cukup besar namun untuk ukuran ombak yang
dinobatkan sebagai ombak terbesar kedua didunia tersebut menurut saya masih
kurang besar. Mungkin dipengaruhi oleh angin dan ada musim tertentu ombak
mengalami puncak gelombangnya. Setelah
puas ke Pantai Plengkung dan menikmati ombak dan pasir putihnya yang indah,
kami kembali ke camp kami. Sorenya kami melakukan wawancara ke petugas yang
bertugas di dekat kantor Taman Nasional Alas Purwo untuk mengetahui
potensi-potensi dan info lain terkait dengan Taman Nasional Alas Purwo.
Keesokan harinya yaitu menginjak hari ketiga,
kami melanjutkan perjalanan kami ke Ngagelan. Ngagelan merupakan pusat
penangkaran penyu. Disana juga terdapat pantai yang sangat indah. Namun
pasirnya berwarna hitam, tidak berwarna putih seperti di Plengkung. Namun
kenampakan alamnya sangat indah sekali. Kami disana tidur di atas pasirnya yang
lembut dan menikmati langit biru yang indah. Di sana kami juga ke penangkaran
penyu. Pada saat kami kesana jumlah penyu tidak terlalu banyak. Mungkin bukan
musim bertelur. Saya melihat di papan berisi data statistik penyu bertelur
mencapai puncaknya adalah sekitar bulan Juni. Disana terdapat beberapa spesies
penyu diantaranya adalah Penyu Sisik, Penyu Lekang, Penyu Belimbing, dan Penyu
Hijau. Setelah disana kami melanjutkan
perjalanan pulang menggunakan bus ke Surabaya. Perjalanan selama perjalanan
pulang ke Surabaya cukup aman. Tidak ada copet, penipu, orang yang bersandiwara
lagi. Akhirnya kami sampai di Surabaya dan kembali ke rutinitas kami
masing-masing, seperti mahasiswa lain pada umumnya, yaitu kuliah.