Hal yang paling aku sukai saat
naik kereta api adalah pemandangan alam yang indah yang sengaja disuguhkan oleh
Allah SWT untuk kita nikmati dan kita syukuri. Sudah lama rasanya tidak pulang kampong.
Namun jika pulang dari Surabaya menuju Banyuwangi, yang dapat dilihat hanyalah
bangunan pencakar langit, ataupun selepas dari kawasan industry maka yang
muncul adalah pemandangan rumah-rumah
kumuh penduduk yang tinggalnya disisi kanan kiri rel kereta api. Namun berbeda
jika saya hendak naik kereta dari Banyuwangi ke Surabaya, maka yang terlihat
adalah hamparan hijau sawah-sawah yang luas yang membentuk tangga berundak,
serta warnanya yang menimbulkan harmoni karena warnanya seperti memancarkan
gradasi warna yang indah, mulai dari hijau tua, hijau agak tua, hijau muda,
lalu hijau kekuning-kuningan yang menandakan bahwa padi siap untuk dipanen. Di
sekitar sawah juga terlihat hiruk pikuk bapak dan ibu petani lengkap dengan
topi capingnya yang berbentuk kerucut terbuat dari bambu yang sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing, ada yang memanen padi, ada yang istirahat, dan ada juga
yang menanam padi.
Namun
semakin hari pemandangan yang kulihat beberapa tahun lalu dengan saat ini
semakin hari lahan untuk bertani maupun lahan hijau semakin tergerus oleh
bangunan-bangunan baru yang tidak tahu asalnya dari mana. Sampai kapan
pemandangan ini yang selalu aku lihat ini akan dapat tetap bertahan
ditempatnya? Saat ini memang menjadi masalah yang sulit ketika jumlah manusia
sudah meningkat, kebutuhan perumahan juga besar, dan disambut pula oleh
developer perumahan dengan senang hati, membuat sedikit demi sedikit
sawah-sawah tanpa disadari tahu-tahu sudah jadi mall atau perumahan real-estate.
Rupanya program KB tidak cukup untuk menahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat……..
Setelah
melamun sambil melihat keluar menikmati pemandangan dari sudut jendela, yang
membuat aku jengkel adalah ada seorang ibu-ibu yang dengan gampangnya membuang
sampah plastic dan bungkus kertas makanannya keluar jendela…Aku membatin dalam
hati “Duh ibu, jangan nambahin sampah
lagi dong, ntar tambah kotor lagi tempatnya”.Duh gimana ya caranya buat ngasi
tahu untuk ga buang sampah sembarangan, tapi omongan kita ga terlihat sok
nasehati, dan ibunya ga tersinggung ya? Secara umur juga jauh ma ibu-ibu
itu..mungkin ini juga dirasakan sama
orang-orang lain ketika di dalam kereta api atau di dalam bis.. Mau negur tapi
sungkan, ga ditegur juga keterusan. Ujung-ujungnya daerah yang sering dilewati
kereta api jadi kotor oleh sampah-sampah yang ditinggalkan penumpang kendaraan.
Gimana alam ini tetap lestari kalau aksi
buang sampah sembarangan ini sudah mengakar menjadi sebuah kebiasaan.
Jepang
udah bagus banget ngelola kebiasaan individu masyarakatnya untuk tidak buang
sampah sembarangan. Itu sih tidak mengagetkan dan sudah kita ketahui sejak
lama. Namun Cina, joroknya hamper sama seperti Negara kita. Bahkan mungkin
lebih jorok. Kamar mandi umumnya aja sampe baunya tercium dari radius puluhan
meter. Ga kebayang kan joroknya. Masi mending kita kan…, tapi CIna udah dapat
berbenah dari perilaku joroknya itu, karena berimbas sama pariwisata, soalnya
kan turisnya lama-lama jadi illfil sama Cina. Cina juga dalam hal ketertiban
juga sama kayak kita kalo ngantri ga tertib sama sekali. Namun setelah beberapa
tahun pemerintah Cina sangat tegas dengan membuat sebuah peraturan pemerintah
yang harus ditaati bahkan ngasi denda yang ga main-main. Hal ini sempat
menimbulkan aksi demo di beberapa tempat, tapi pemerintah Cina tetap bergeming,
dan terus tegas menjalankan peraturan dan sanksi bagi yang melanggarnya.
Akhirnya sekitar 2 tahunan, CIna berubah manjadi Negeri yang tertib bahkan
sudah menjadi kebiasaan masyarakatnya, serta jalan-jalan juga tertib.
Seandainya pemerintah juga bisa tegas menindak lanjuti semua peraturannya dan juga ada pengawas
semacam polisi yang selalu menjalankan tugasnya terkait dengan masalah
kebersihan dan masalah detail lainnya,tentulah akan semakin baik Indonesia ini…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar