Pada saat semua
masyarakat Indonesia dapat merasakan segala nikmat kemerdekaan dan kebebasan
berdemokrasi dan yang tak kalah penting saat ini para wanita juga telah
mendapatkan tempat yang sejajar dengan pria di bidang pendidikan, dan bidang
lainnya. Meskipun di beberapa kasus masih terdapat tindakan kekerasan dan
diskriminasi terhadap wanita.
Semua kemewahan
berupa kemerdekaan Indonesia, dan kesetaraan gender tentunya merupakan jerih
payah para pendahulu kita yang telah memperjuangkan kemerdekaan dan kesetaraan
gender bagi rakyat Indonesia. Di jaman yang semakin dimudahkan dengan segala
macam fasilitas dan teknologi dan gencarnya budaya asing yang masuk ke
Indonesia, membuat kita sering lupa untuk
bahkan sekedar mengenal pribadi dari Para Pahlawan wanita yang telah
berjuang bagi Bangsa Indonesia.
Berikut ini
adalah beberapa Pahlawan Wanita yang saya anggap keren, karena mereka
memperjuangkan segala sesuatu bagi rakyat Indonesia, dan mengesampingkan
keinginan pribadi mereka. Tentunya tidak mudah disela-sela keterbatasannya pada
zaman itu yang membatasi ruang gerak wanita, dan hanya menjadikan wanita
semacam komoditi ataupun semacam pembantu rumah tangga yang hanya tinggal
dirumah untuk melakukan pekerjaan rumah tangga saja. Para Wanita hebat ini ada
yang berjuang dengan mengangkat senjata sama seperti pria pada zaman itu, ada
juga yang berjuang di bidang pendidikan untuk kesetaraan gender wanita.
Wanita-wanita itu antara lain :
1.
Raden
Ajeng Kartini.
Kartini
merupakan salah satu pejuang wanita yang bergerak di bidang pendidikan. Beliau
lahir dari keluarga bangsawan. Sebagai anak wanita dari keluarga bangsawan pada
zaman itu beliau cukup beruntung dapat mencicipi sekolah dasar milik belanda di
Europese Lagere School sampai usia 12 tahun. Sehingga pada zaman itu beliau
termasuk orang yang pandai dan fasih dalam berbahasa Belanda yang pada saat itu
jarang bagi seorang wanita. Pada saat itu beliau dipingit dan tidak boleh
bersekolah. Oleh karena itu beliau bertekad untuk tetap belajar dari berbagai
buku, majalah dan surat kabar. Dari sana beliau terbuka matanya tentang pemikiran
wanita belanda terhadap pendidikan dan kebebasan . Dari sana
Kartini bermimpi ingin mewujudkan kesetaraan antara pria dan wanita.
Beliau mulai mendirikan taman pendidikan bagi wanita dengan mengumpulkan
teman-temannya untuk diajari baca dan tulis. Disela-sela kegiatan mengajarnya
beliau aktif berkorespondensi dengan teman-temannya di Belanda tentang
keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Beliau sempat menulis surat
untuk memohon beasiswa kepada Mr.J.H
Abendanon, namun tidak dapat beliau rasakan beasiswa tersebu, karena
beliau telah menikah, namun suaminya mendukung keinginan Beliau untuk
mendirikan Sekolah Wanita sehingga dapat berdiri Sekolah Wanita yang bernama
Sekolah Kartini di beberapa daerah seperti Semarang, Surabaya, Yogyakarta,
Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Di usia yang masih 25 tahun beliau
meninggal dunia. Kemudian surat-suratnya yang pernah ditulisnya untuk
teman-temannya di belanda di kumpulkan oleh Mr.J.H Abendanon dan dijadikan buku yang judulnya “DOOR
DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
2. Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien
adalah salah seorang wanita cantik yang berasal dari kaum bangsawan. Beliau adalah salah satu wanita yang ikut angkat
senjata dalam melawan penjajahan Belanda. Bagi saya tidak mudah bagi seorang
wanita yang ikut berperang karena tentunya
secara fisik tentu kekuatannya masih lebih kuat kaum pria. Beliau dengan gagah
berani memimpin perang di Aceh melawan Belanda. Sebagai seorang manusia dan
wanita beliau bisa saja memilih untuk hanya menjadi penonton dan tidak perlu
repot-repot mengikuti perang yang
melelahkan dan tentunya membahayakan. Namun beliau memilih untuk ikut bertempur
untuk menghancurkan Belanda sampai titik darah penghabisan.
3.
Martha
Christina Tiahahu.
Martha Christina
Tiahahu juga merupakan salah satu wanita dari Ambon yang ikut angkat senjata
atau berperang melawan penjajah. Beliau salah satu wanita yang menggunakan
tombak untuk berperang melawan Belanda. Beliau berperang sejak usia 17 tahun
dan juga memberikan semangat kepada para wanita di sejumlah desa untuk ikut
bergabung mengangkat senjata melawan imperialisme penjajah. Sifat beraninya
muncul karena sejak kecil dibesarkan oleh Ayahnya yang juga seorang pemimpin
Perang, ibunya meninggal ketika beliau masih kecil. Sejak kecil beliau terbiasa
ikut rapat mengatur siasat perang bersama ayahnya dan telah terbiasa mengatur
pertempuran dan pertahanan terhadap lawan. Kemampuannya berperang, sikapnya
yang keras dan pemberani membuatnya sejajar dengan lelaki yang berperang pada
waktu itu. Perjuangannya waktu itu mampu membumi hanguskan Benteng Duurstede,
bersama ayahnya Paulus Tiahahu, Pattimura, Thomas Matulessy. Namun pada
pertempuran lain di desa Ouw-Ullath pasukannya kalah karena kurangnya
persenjataan dan adanya penghianatan dari pasukannya. Sehingga banyak pejuang
yang ditawan, dan dihukum, termasuk ayahnya yang ditembak mati di Benteng
Beverwijk, namun beliau dibebaskan karena masih muda. Setelah dilepas, beliau
bergerilya di hutan kembali, sampai pada suatu saat kembali menjadi tawanan
Belanda di Kapal Eversten untuk diperkerjakan paksa di perkebunan Kopi di Jawa,
beliau melakukan aksi mogok makan, dan sakit. Akhirnya beliau meninggal
kemudian Jasadnya dikebumikan di Laut Banda dengan penghormatan militer.
4. Dewi Sartika
Dewi Sartika
merupakan kartini dari Bandung yang juga ikut berjuang di jalan pendidikan. Pada
saat itu wanita dilarang untuk bersekolah, tapi beruntungnya orang tua beliau
bersikeras untuk menyekolahkan Dewi Sartika di Sekolah Belanda meskipun hanya
sampai kelas 3 SD. Semangatnya untuk mendidik sudah terlihat saat beliau masih
kecil. Beliau mengajari anak rakyat jelata, sampai akhirnya membuat heran
masyarakat sekitar karena ada rakyat jelata yang bisa mengucapkan beberapa kata
Belanda. Beliau banyak mengajarkan keterampilan rumah tangga,seperti menjahit,
memasak, baca dan tulis. Pada usianya yang ke 20 tahun beliau mendirikan
sekolah wanita pertama se-Hindia Belanda dengan biaya operasionalnya berasal
dari usahanya bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan sekolah.
Kemudian dari sekolah itu lahir lulusan angkatan pertama sebanyak 20 orang yang
menandakan kesuksesannya dalam mendidik kaum wanita. Sekolah yang dirintisnya
pun meluas sampai akhirnya seluruh wilayah pasundan memiliki sekolah wanita.
Atas jasanya beliau dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia Belanda.
5. Maria Walanda Maramis
Maria W Maramis
merupakan Kartini dari Minahasa yang mengupayakan pendidikan bagi kaum wanita
di daerahnya. Beliau memiliki pemikiran bahwa wanita merupakan tokoh utama
dalam mendidik anak-anak mereka di dalam keluarga untuk mencapai masa depan
yang lebih baik sehingga harus dibekali dengan keterampilan-keterampilan dan
ilmu pengetahuan yang memadai sehingga dapat mendidik anaknya dan menjadi ibu
yang terampil. Pemikirannya tentang kesetaraan gender banyak dituangkan di
Harian Tjahaya Siang. Beliau dan teman-temannya dibantu suaminya mendirikan
organisasi yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada kaum wanita yang
bernama PIKAT (Percintaan Ibu Terhadap Anak Turunannya). Beliau juga
mengusahakan agar wanita sejajar di dunia politik. Pada saat itu wanita tidak
diperbolehkan untuk memiliki hak suara,namun dengan segala usahanya akhirnya
wanita dapat memiliki hak suara dalam pemilihan anggota sebuah Badan Perwakilan
yang disebut Minahasa Raad.