Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

halaman

Jumat, 01 Februari 2013

Bersyukur, Bahagia & Mencintai Alam bisa menyembuhkan Penyakit Fisikmu

Kita barangkali sering mendengar ungkapan bahwa dengan mencintai Alam di sekitar kita, Alam juga akan mencintai dan menjaga kita dari segala keburukan, namun bila kita merusak Alam di sekitar kita, maka Alam pun akan menunjukkan keganasannya.
Ungkapan ini saya rasakan benar adanya. Ketika itu saya sedang dihantam oleh masalah yang sangat besar tapi saya tidak ingin menceritakan masalah saya disini, masalah yang saya hadapi ini juga menguras pikiran, emosi dan hari-hari saya, sampai suatu hari saya demam, limbung, dan sakit kepala tak tertahankan dimana ketika itu untuk berdiri pun saya tidak kuat (memang aneh penyakit pikiran ini bisa merusak fisik juga), dan sakit perut yang di curigai itu adalah usus buntu. Saya mendatangi berbagai dokter, dokter yang pertama dari awal mendengar ciri sakit saya sudah tau kalau itu rentetan dari penyakit pikiran yang terakumulasi sehingga menjadi sakit fisik di tubuh. Dokter kedua yang saya datangi mengatakan pada saya bahwa saya diduga terkena usus buntu, bukan main kagetnya saya, karena saya tidak ingin dioperasi dan juga tidak berani mengatakan ke ortu bilang memang benar terjadi. Akhirnya saya ke dokter ke 3 disebuah rumah sakit, beliau adalah dokter senior, belum diperiksa apa2, hanya ditanyai gejala apa yang diderita, dokter itu langsung tau kalau saya sedang mengalami stress berat. Lalu saya pun menceritakan tentang 2 diagnosa dokter sebelumnya. Dokter itu tetap dengan santainya menasehati saya bahwa saya harus menyelesaikan masalah saya terlebih dahulu, bukan malah meminum obat-obatan yang malah bisa jadi memperparah kondisi kesehatan saya. Lalu dokter senior itupun akhirnya memeriksa saya di tempat tidur, saya kira akan diperiksa denyut nadi, tensi darah, dan periksa menggunakan stetoskop, tapi ternyata tiba-tiba dokter itu dengan jari telunjuknya menekan pelipis kanan saya dengan keras, dan tentu saja saya menjerit kesakitan (padahal bila tindakan ini dilakukan ke orang yang normal dia tidak akan mengalami kesakitan sama sekali ketika pelipisnya ditekan keras). Setelah itu dokter itu pun dengan tidak memperhatikan perasaan saya dan emosi saya saat itu dengan santainya mengatakan begini : "Kamu mangkel/ marah sama siapa mbak? sama orang tua ya? belum dikirimi uang bulanan, ga cukup uang bulanannya, belum lulus-lulus?" tiba2 hati saya bergemuruh, seperti ada yang mau jatuh dan runtuh di hati saya, meskipun tebakan dokter itu tidak sepenuhnya benar. Tapi saya menahan diri saya. Sampai akhirnya kami pun duduk kembali ke meja dokter itu. Kemudian dokter itu mengatakan bahwa saya tidak perlu diberi resep obat, yang saya butuhkan hanya konsultasi ke psikiater atau ke psikolog, jika setuju, maka saya akan dirujuk ke bagian psikolog. Namun saya menolak, saya membatin bahwa saya masih waras belum butuh psikiater (memang tidak ada salahnya untuk curhat ato konsultasi ke psikolog untuk melepaskan beban pikiran yang disimpan dalam hati). Dokter itu pun sepertinya ingin menguji ketegaran hati saya untuk tidak menangis lalu terus mengatakan begini : Mbak perlu psikolog untuk meringankan beban anda, saya juga bisa melihat itu, kalo saya teruskan bicara lebih dalam tentang masalah anda, saya pastikan anda bisa menangis mbak karena ga kuat. Lalu tidak terasa air mata saya menetes deras tapi saya tahan, namun tetap saja menetes. Memang benar selama ini saya menyimpan banyak masalah yang hanya saya pendam sendiri dalam hati. Akhirnya saya pun pulang dengan tanpa membeli obat satupun.
   Kemudian, beberapa hari kemudian ada kegiatan besar di UKM saya yaitu perekrutan anggota muda. Tempatnya di daerah perbukitan. Pada saat itu saya masih sakit (parah), namun saya tetap nekad ikut untuk menjadi instruktur disana selama 2 atau 3 hari dari total 5 hari. Tempat itu ditempuh dengan sedikit mendaki dan berjalan beberapa jam, serta tidur dan makan pun di alam bebas. Jadi saya juga tidak tahu apakah saya akan semakin parah ketika disana atau biasa saja. Namun, hal yang tak terduga terjadi. Disana sakit migrain kepala yang sakitnya benar-benar tak tertahankan (sampai saya harus mengikat kepala saya tiap saya berjalan atau tidur) tiba-tiba plong, tidak terasa sakit, karena hati saya gembira, senang, tenteram melihat pepohonan pinus, cemara, jati disepanjang perjalanan. Mungkin selain itu yang membuat saya sembuh adalah melihat teman-teman, berkumpul, tertawa bareng, itu sudah memberikan kebahagiaan yang tidak bisa dibeli dengan materi. Saya mengakui saya tenteram, saya bahagia ketika ada teman-teman disekeliling saya, meskipun mereka mungkin tidak tahu saya sedang menyimpan masalah, dan sedang sakit. Tapi itulah saya baru faham, saya baru menyadari bahwa dengan bersyukur terhadap apa yang kita punyai disekeliling kita seperti sahabat, dan perasaan happy serta lingkungan alam yang kondusif dapat membantu saya menyembuhkan penyakit saya dengan sendirinya. Dan ajaibnya demam saya hilang, nyeri kepala akut dan sakit di pencernaan saya tiba-tiba menghilang.
   Mungkin ini yang namanya alam yang akan mengobati dan merecovery sekitarnya dengan sendirinya. Kemarin pada saat itu saya sedang mengalami sariawan yang tidak kunjung sembuh-sembuh (saya diamkan saja tidak saya beri obat seperti vit C atau semacamnya). Namun ketika saya mengikuti Diklat di daerah perbukitan dan ngecamp disana, selama 5 hari ajaibnya sariawan saya yang tidak kunjung sembuh, akhirnya sembuh juga. saya tidak kesulitan makan disana. Padahal disana saya hanya berkumur di sungai, dan tidak memakai odol untuk gosok gigi, hanya menyikat gigi saja, karena tentu saja kita tidak boleh mencemari sungai dengan deterjen. Ajaibnya Tuhan menciptakan alam ini. Ajaibnya melalui alam ini Tuhan menyembuhkan segala macam penyakit. Thanks Good.

Tidak ada komentar:

 

Sample text

Sample Text